Rencana Presiden Joko Widodo mengubah nomenklatur sejumlah kementerian diyakini akan memakan biaya yang cukup besar. Kebijakan tersebut juga dikhawatirkan hanya akan menghambat kinerja pemerintah dan kontraproduktif dengan upaya percepatan pembangunan.
Marzuki Alie, Wakil Pembina Partai Demokrat, menuturkan perubahan nomenklatur kementerian di tingkat pusat secara otomatis akan diikuti dengan perubahan tata nama kantor-kantor kedinasan terkait di tingkat daerah. Tidak hanya sebatas perubahan pelang nama dan atribut seperti kop surat dan lain-lain, perubahan nomenklatur secara otomatis akan mengubah standar opersional, budaya kerja serta alur koordinasi antarlembaga.
"Konsekuensi ke anggaran pasti besar," ujar Marzuki kepada CNN Indonesia, Sabtu (25/10).
Selain itu, kata Marzuki Alie, perubahan nomenklatur akan memakan waktu yang cukup lama bagi kementerian dan kantor-kantor dinas di daerah untuk melakukan penyesuaian. Dia memperkirakan butuh waktu sekitar satu sampai dua tahun bagi kementerian dan lembaga untuk benar-benar efektif memulai tugas dan fungsi utamanya.
"Saya sejak awal ketawa saja karena ini justru akan menghambat. Pemerintah jadi tidak bisa langsung lari," tuturnya.
Karenanya, lanjut Marzukie, pemerintah dan DPR harus berkoordinasi terkait perubahan nomenklatur karena juga berimplikasi terhadap perubahan nama dan fokus tugas dari setiap komisi dan alat kelengkapan legislatif.
Dikonfirmasi mengenai kesiapan APBN 2015 dalam merespon perubahan nomenklatur, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani enggan berkomentar. "Nanti tunggu kepastiannya dan Menteri Keuangan baru," jelasnya singkat.
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat total kantor kementerian dan lembaga di Indonesia saat ini mencapai 687 unit, mulai dari tingkat pusat hingga ke kota. Rinciannya adalah 7 kesekretariatan lembaga negara, 34 kementerian, 4 lembaga setingkat menteri, 18 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), 88 Lembaga Non Struktural, 2 Lembaga Penyiaran Publik, 34 Provinsi,398 Kabupaten, dan 93 kota.
Dalam surat perubahan nomenklatur kementerian ke DPR, Presiden Joko Widodo menuliskan beberapa alasan perubahan penamaan. Alasannya antara lain demi efisiensi, efektivitas, distribusi beban kerja, beban anggaran, dan perkembangan lingkungan global.
Ada beberapa perubahan nomenklatur kementerian yang diajukan Jokowi. Pertama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat digabung menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kedua, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diubah menjadi Kementerian Pariwisata saja.
Ketiga, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Riset dan Teknologi menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah; serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Keempat, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup digabungkan menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kelima, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Pemberdayaan Daerah Tertinggal berubah nama menjadi Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Keenam, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat berubah nama menjadi Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar